Toni Buka Gawai Dayak di Desa Merpak: Wadah Syukur, Silaturahmi, dan Pelestarian Budaya

Diposting pada

SINTANG – Anggota DPRD Kabupaten Sintang periode 2024–2029, Toni, secara resmi membuka perayaan Gawai Dayak di dua dusun di Desa Merpak, yakni Dusun Sabang Laja dan Dusun Luit Jaya, pada Sabtu, 28 Juni 2025.

Turut hadir dalam acara tersebut Camat Kelam Permai, Kusmara Amijaya, Kepala Desa Merpak, para kepala dusun, tokoh adat, serta ratusan warga dari kedua dusun yang turut meramaikan perayaan adat tahunan ini.

Toni yang merupakan wakil rakyat dari Partai Golkar dan mewakili Daerah Pemilihan 3 (Kecamatan Kelam Permai, Dedai, dan Sungai Tebelian) menyampaikan bahwa perayaan Gawai Dayak merupakan tradisi penting yang tidak hanya menandai keberhasilan panen, tetapi juga menjadi bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta, Jubata.

“Musim berladang telah berlalu, dan saya tahu ada warga yang masih berladang secara tradisional dan ada pula yang mulai mengelola sawah dengan teknik lebih modern. Apapun hasilnya, mari kita syukuri bersama. Gawai ini adalah bentuk ungkapan syukur kita atas rezeki dari alam,” kata Toni dalam sambutannya.

Ia menjelaskan bahwa Gawai Dayak telah lama menjadi simbol perayaan pasca panen yang sarat makna. Selain sebagai ungkapan terima kasih atas hasil bumi, gawai juga menjadi momen kebersamaan antarwarga, tempat mereka saling berkunjung, berbagi cerita, dan menikmati hidangan tradisional.

“Gawai bukan hanya tentang perayaan, tetapi juga memperkuat hubungan sosial dan gotong royong. Setiap rumah terbuka untuk tamu, menyediakan makanan, dan menjadi tempat warga bersantai sejenak setelah musim berladang. Ini nilai luhur yang harus terus kita jaga,” ujar Toni.

Ia menambahkan bahwa gawai juga memiliki makna sebagai persiapan menghadapi musim tanam berikutnya, sekaligus menjadi pengingat pentingnya menjaga kekompakan dan kebersamaan dalam masyarakat.

Toni pun mengajak masyarakat Dayak untuk terus melestarikan adat dan budaya gawai, baik di kampung maupun di perkotaan. Ia menekankan bahwa meskipun tidak semua orang Dayak lagi berladang, gawai tetap relevan sebagai sarana mempererat silaturahmi dan memperkenalkan budaya kepada generasi muda.

“Kalaupun kita sudah tak lagi berladang, gawai bisa tetap kita rayakan sebagai bentuk pelestarian budaya. Di kota, kita bisa merayakannya melalui pentas seni dan kegiatan budaya agar anak-anak kita mengenal adat sendiri dan tidak melupakan akar budaya Dayak,” pungkas Toni.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *