SINTANG — Pemerintah pusat dipastikan mengurangi alokasi Dana Desa (DD) Kabupaten Sintang pada tahun anggaran 2026 dengan nilai pemotongan mencapai Rp45 miliar. Pemangkasan tersebut berdampak langsung pada 390 desa, yang masing-masing harus menerima alokasi lebih kecil sekitar Rp117 juta dibandingkan tahun sebelumnya.
Situasi ini mendapat sorotan dari Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Sintang, Lusi. Ia menyampaikan bahwa kebijakan pengurangan Dana Desa perlu direspons dengan penyesuaian perencanaan dan konsolidasi kebijakan pembangunan desa. Menurutnya, pemerintah desa harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program yang sudah direncanakan.
“Dana Desa selama ini menjadi tulang punggung pembangunan di tingkat desa. Ketika ada pengurangan, tentu terdapat dampak yang harus segera diantisipasi melalui penyusunan ulang prioritas,” ujar legislator Partai Demokrat itu pada Sabtu (15/11).
Lusi menilai, pemangkasan anggaran berpotensi menunda beberapa kegiatan pembangunan, terutama proyek fisik yang berkaitan dengan peningkatan akses masyarakat. Untuk itu, ia menekankan perlunya musyawarah desa yang lebih matang dalam menetapkan program yang benar-benar krusial agar pembangunan tetap berjalan meski anggaran menurun.
Menurutnya, sejumlah sektor harus tetap menjadi prioritas, di antaranya peningkatan infrastruktur dasar seperti jalan lingkungan, penyediaan air bersih, serta penanganan stunting yang masih menjadi isu mendesak di beberapa wilayah pedesaan. Ia mengingatkan agar kegiatan yang tidak bersifat urgen bisa dipindahkan ke tahun anggaran berikutnya.
Selain mengoptimalkan penggunaan anggaran pemerintah, Lusi mengajak desa untuk melakukan pendekatan kolaboratif dengan sektor swasta. Perusahaan perkebunan maupun pertambangan yang beroperasi di sekitar desa dinilai memiliki potensi besar untuk berkontribusi melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
“Kerja sama dengan perusahaan perlu diperkuat. Mereka dapat berperan dalam pembangunan fasilitas umum maupun perbaikan infrastruktur desa. Sinergi seperti ini penting untuk menutupi kekurangan pembiayaan,” jelasnya.
Lebih jauh, ia mendorong peningkatan peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai sumber pendapatan alternatif. Menurut Lusi, ketika BUMDes dikelola secara profesional dan inovatif, desa dapat meningkatkan kemandirian fiskal dan tidak sepenuhnya bergantung pada pemerintah pusat.
Ia berharap situasi ini tidak memengaruhi komitmen desa untuk terus meningkatkan pelayanan publik. “Keterbukaan dalam pengelolaan dana, efisiensi, dan langkah strategis yang tepat sangat dibutuhkan. Walaupun ada penurunan anggaran, semangat membangun desa tidak boleh surut,” tegasnya.



