SINTANG – Anggota DPRD Kabupaten Sintang, Erika Daegal Theola, menyampaikan kekecewaannya terkait turunnya alokasi APBD Sintang Tahun 2026 yang berdampak langsung pada pemenuhan aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (dapil) masing-masing anggota dewan. Menurutnya, kondisi ini mempersulit pemerintah daerah serta menghambat realisasi berbagai program yang telah diusulkan masyarakat melalui kegiatan reses.
Erika menjelaskan bahwa masyarakat selama ini menaruh harapan besar kepada anggota DPRD untuk memperjuangkan kebutuhan mereka, terutama terkait pembangunan infrastruktur desa, pendidikan, ekonomi kerakyatan, hingga peningkatan kualitas layanan publik. Namun, penurunan anggaran dari pemerintah pusat pada tahun 2026 membuat banyak program harus mengalami penyesuaian bahkan pengurangan.
“Masyarakat mengandalkan kami untuk membawa aspirasi mereka. Tetapi kenyataannya, dengan turunnya APBD ini, beberapa kegiatan yang sudah mereka usulkan saat reses terpaksa harus dikorbankan. Ini sangat disayangkan,” ungkap Erika dengan nada kecewa.
Menurutnya, pemotongan atau penurunan anggaran dari pusat bukan hanya menjadi tantangan bagi eksekutif, tetapi juga bagi legislatif yang bertugas mengawal dan menyerap aspirasi rakyat. Ia menegaskan bahwa kondisi ini membuat DPRD berada dalam posisi sulit, karena harus menjelaskan kepada masyarakat mengapa usulan mereka tidak semua dapat diwujudkan.
Lebih lanjut, Erika menyebutkan bahwa situasi ini juga akan berdampak pada kualitas pembangunan daerah. Banyak desa yang mengusulkan pembangunan jalan, peningkatan fasilitas umum, bantuan untuk kelompok tani, hingga penguatan UMKM—namun sebagian harus ditunda atau digeser ke tahun berikutnya.
“Kami ingin semua usulan masyarakat dapat direalisasikan, tetapi dengan keterbatasan anggaran, kita harus melakukan prioritas. Sayangnya, prioritas itu berarti ada yang harus dikorbankan,” jelasnya.
Meski demikian, Erika memastikan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan agar program prioritas masyarakat tetap mendapat perhatian. Ia mendorong Pemkab Sintang untuk mencari alternatif pembiayaan, termasuk memaksimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak.
Erika berharap pemerintah pusat dapat mempertimbangkan kembali kebijakan pengurangan dana daerah, mengingat pembangunan di tingkat kabupaten sangat bergantung pada transfer pusat.
“Ini bukan hanya soal angka, tetapi soal kebutuhan masyarakat yang selama ini menunggu realisasi janji pembangunan,” tegasnya.



